Ada seorang calon legislatif (caleg) pada saat itu, ketika itu adalah saat pemilu legislatif periode 20xx. Sebelum pemilihan, caleg ini (sebut saja fulan) melakukan kampanye ke beberapa daerah di daerah pemilihan (dapil) untuk menarik simpati masyarakat untuk memilihnya saat oemilu legislatif nanti. Saat melakukan kampanye dia selalu didampingi oleh guru agamanya sejak kecil. Guru agamanya ini memang sengaja mendampinginya agar sang murid tidak menyimpang ke jalan yang salah. Gurunya selalu mengatakan hal yang diulang-ulang kepada muridnya ini, bisa dikatakan mewanti-wanti muridnya, "Nak, ketika kamu menjadi wakil rakyat nanti, janganlah kamu melupakan siapa dirimu".
Singkat cerita, si fulan ini akhirnya terpilih sebagai penyambung lidah rakyat kepada pejabat-pejabat negara. Saat ini dia memiliki apa yang didambakan oleh para caleg saingannya saat itu, yaitu jabatan yang tinggi, status yang diakui oleh masyarakat, dan tentu saja harta yang melimpah. Ternyata beberapa waktu menjabat sebagai anggota legislatif di DPR membuatnya buta akan apa yang sudah dia dapatkan, seolah olah dia sudah mencapai kebahagiaan yang hakiki. Hingga pada satu waktu dia bersama anggota legislatif lainnya membuat kebijakan yang sangat merugikan rakyat. Bisa dikatakan kebijakannya ini hanya akan menguntungkan satu pihak saja, yakni pihak yang memiliki kekuatan, sementara yang tidak memiliki kekuatan akan tertindas oleh karena kebijakan yang dia buat. Karena dia adalah anggota parlemen, maka apapun kebijakan, berita, atau sekadar kabar burung dengan mudah dan cepat diterima oleh masyarakat, yang mana langsung pula terdengar oleh keluarga dan para sahabat serta tetangga dilingkungan rumahnya. Di kehidupan sebelum dia menjadi anggota legislatif, dia adalah orang yang memiliki rasa keadilan yang tinggi di lingkungan tempat tinggalnya, sabar, tidak semena mena, dan rendah hati. Seakan sifat baik yang diketahui oleh orang banyak itu sirna bagaikan debu di atas batu yang tersiram air hujan.
Beberapa bulan setelah kebijakan yang sangat merugikan masyarakat itu dikeluarkan, fulan merenung sejenak dalam kesendirian, gelapnya malam, sayup sayup terdengar suara tilawah Al-Qur'an dari masjid disekitar rumahnya. Ketidak tenangan itu membuatnya bangkit dari tidurnya, kemudian mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dua raka'at. Pada raka'at kedua dia teringat akan kata kata guru agamanya waktu itu, "Nak, ketika kamu menjadi wakil rakyat nanti, janganlah kamu melupakan siapa dirimu". Pada saat sujud di raka'at kedua dia menitikan air mata, air mata penyesalan yang tidak bisa menjalankan amanah dengan baik, penyesalan akan dia yang tidak bisa menjadi seorang pemimpin yang adil, dan penyesalan karena tidak menanamkan apa yang sudah dikatakan gurunya itu. Setelah menangis dikelamnya malam, paginya setelah sholat subuh, dia memanggil para anggota lain untuk rapat paripurna, kebetulan dia memiliki posisi yang cukup tinggi, setingkat dibawah ketua DPR. Setelah melakukan rapat yang cukup alot, akhirnya didapatkan sebuah keputusan. Kebijakan yang baru beberapa bulan ini berjalan, dicabut! Akhirnya fulan merasa tenang setelah mencabut kebijakan tersebut.
'Janganlah sekali-kali kita melupakan siapa DIRI KITA sesungguhnya, meskipun HARTA, JABATAN, dan STATUS sekalipun. Karena itu hanya sementara dan akan menjadikan kita mudharat (keburukan) bagi orang lain'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar